
Kebudayaan Asing dan Gaya Konsumsi di Tanah Air
23 October 2025
Indonesia adalah negara yang selalu merayakan keberagaman. Di era media sosial, batas antara budaya semakin tipis. Banyak anak muda yang terbiasa menonton drama Korea, meminum kopi ala Amerika, atau mengenakan pakaian bergaya Jepang. Fenomena ini memunculkan pertanyaan menarik: apakah budaya asing memengaruhi perilaku konsumen kita? Artikel buletin ini mengulas beberapa pengaruh budaya asing yang paling mencolok dan mengeksplorasi bagaimana masyarakat Indonesia meresponnya.
Jejak Korea, Jepang, dan Barat dalam Konsumsi
Fenomena Hallyu, atau Gelombang Korea, telah mencapai Indonesia sejak pertengahan 2000-an. Musik K-pop, drama TV, dan masakan Korea telah menjadi sangat populer. Sebagai contoh, peluncuran BTS Meal oleh McDonald’s pada 2021 menyebabkan antrean panjang di gerai McDonald’s. Antusiasme penggemar BTS yang membeli makanan tersebut bahkan menyebabkan kerumunan, yang kemudian memaksa penangguhan layanan pengantaran (egsa.geo.ugm.ac.id). Ada fenomena unik di balik tren ini: beberapa penggemar mengumpulkan dan bahkan menjual kembali kemasan BTS Meal, menunjukkan bagaimana fandom menciptakan nilai baru untuk produk biasa. Aktivitas konsumen ini juga memicu perilaku sosial positif; basis penggemar ARMY mengumpulkan lebih dari IDR 252 juta untuk ojek online (egsa.geo.ugm.ac.id).
Budaya Jepang juga mempengaruhi minat konsumen, terutama di sektor makanan dan gaya hidup. Hidangan seperti sushi dan ramen kini dapat ditemukan dengan mudah di kota-kota besar. Ramen di Indonesia sering disesuaikan dengan kaldu ayam atau sapi untuk menyesuaikan selera lokal, sementara sushi disajikan sebagai seni kuliner dengan warna cerah dan rasa segar (padek.jawapos.com). Popularitas hidangan ini sangat terkait dengan liputan media dan acara TV yang mempopulerkan koki Jepang, menjadikannya bagian dari pengalaman makan modern (padek.jawapos.com). Dalam hal gaya hidup, cosplay, hobi mengenakan kostum karakter anime atau manga, juga semakin berkembang sejak awal 2000-an. Cosplayer menghabiskan waktu dan uang untuk merancang, menjahit, atau membeli kostum, menunjukkan kreativitas dan dedikasi. Namun, aktivitas ini kadang dianggap sebagai gaya hidup hedonistik karena kostum yang mahal dan pakaian yang terbuka, sehingga orang tua perlu membimbing anak-anak mereka untuk menjaga norma (swarakaltim.com).
Dari Barat, pengaruh yang paling terlihat dapat dilihat di sektor makanan cepat saji dan budaya kopi. Rantai restoran seperti KFC memiliki 738 outlet di Indonesia pada 2020, meningkat dari 493 lima tahun sebelumnya; McDonald’s memiliki 227 restoran pada tahun yang sama (aseanbriefing.com). Keberhasilan mereka didukung oleh strategi lokalisasi menu; misalnya, McDonald’s menawarkan bubur ayam atau nasi teriyaki, sementara KFC meluncurkan paket Dug-Dug spesial Ramadan dan memastikan semua produk bersertifikat halal (aseanbriefing.com). Di sektor kopi, Indonesia memiliki sekitar 603 outlet Starbucks pada 2024, menempatkannya di antara sepuluh negara dengan Starbucks terbanyak di dunia. Kehadiran kafe bergaya Barat telah mendorong tren "ngopi" (minum kopi) sebagai aktivitas sosial di kota-kota besar. Pada saat yang sama, kedai kopi lokal bermunculan untuk menyaingi dominasi merek asing.
Budaya Barat juga memengaruhi mode. Menurut artikel di Jurnal Baswara, globalisasi, media sosial, dan studi di luar negeri telah mempercepat masuknya tren mode Barat di Indonesia; desainer muda menggambar inspirasi dari luar negeri, sementara konsumen mengadopsi gaya yang lebih modern (jurnalbaswara.com). Perubahan nilai sosial mendorong orang untuk mengeksplorasi identitas mereka melalui pakaian. Namun, artikel tersebut juga menekankan pentingnya mendukung desainer lokal, memilih produk ramah lingkungan, dan menghargai busana tradisional (jurnalbaswara.com).
Industri yang Paling Terpengaruh dan Data Pendukung
- F&B dan Layanan Makanan Cepat Saji: Banyak merek internasional yang sukses dengan menyesuaikan menu mereka dan mendapatkan sertifikasi halal (aseanbriefing.com). Tren makanan Korea dan Jepang, yang dibawa melalui drama dan anime, juga telah menyebabkan munculnya restoran-restoran khusus.
- Minuman Kopi dan Gaya Hidup Kafe: Dengan lebih dari 600 outlet Starbucks (worldpopulationreview.com) dan kemunculan kedai kopi lokal, ini menunjukkan perubahan perilaku konsumsi: kopi kini menjadi simbol gaya hidup perkotaan.
- Mode dan Gaya Hidup: Tren mode Barat memengaruhi gaya berpakaian anak muda melalui media sosial (jurnalbaswara.com). Komunitas cosplay Jepang menunjukkan bagaimana fandom mendorong konsumsi kostum dan makeup (swarakaltim.com).
- Media dan Hiburan: Konsumsi drama Korea dan anime Jepang telah mendorong pembelian merchandise, langganan layanan streaming, dan pariwisata.
Wawasan dan Refleksi
Keterbukaan terhadap budaya asing tidak selalu berarti meninggalkan akar budaya sendiri. Misalnya, adaptasi menu makanan cepat saji agar halal dan ramen dengan kaldu ayam menunjukkan sinergi antara nilai lokal dan global. Di sisi lain, fenomena seperti BTS Meal dan cosplay menunjukkan bahwa konsumen Indonesia bersedia mengeluarkan uang untuk pengalaman unik dan identitas komunitas. Kehadiran lebih dari 600 outlet Starbucks menunjukkan bahwa gaya hidup kopi telah menjadi bagian dari identitas kelas menengah, bersaing dengan kedai kopi lokal yang menawarkan konsep yang lebih tradisional.
Hal ini dapat dilihat sebagai peluang dan tantangan. Globalisasi memperkaya pilihan dan mendorong inovasi, tetapi juga menguji keberlanjutan budaya lokal. Menjadi konsumen yang cerdas berarti memanfaatkan berbagai budaya tanpa kehilangan identitas diri: mencoba ramen sambil menghargai soto, menikmati latte sambil mendukung petani kopi lokal, atau mengadopsi gaya mode baru sambil merayakan batik. Pada akhirnya, perpaduan budaya global dan lokal dapat memperkaya palet konsumsi dan memperkuat kebanggaan nasional sebagai orang Indonesia.



