Menavigasi Tekanan Konsumen: Strategi Bertahan untuk Merek Lokal dan Global di Indonesia 2025

22 October 2025

Pada tahun 2025, daya beli masyarakat Indonesia mengalami tekanan, terutama untuk kelompok dengan pendapatan menengah dan bawah. Daya beli ini menurun karena pengeluaran meningkat lebih cepat daripada pertumbuhan pendapatan. Kombinasi antara depresiasi rupiah, pemotongan subsidi, kenaikan biaya hidup, dan pertumbuhan upah yang lambat semakin mempersulit konsumen.

Industri yang Paling Terpengaruh

  • FMCG (Fast Moving Consumer Goods): Terutama barang kebutuhan pokok dan makanan ringan. Ketika anggaran konsumen semakin terbatas, kebutuhan pokok tetap dibutuhkan, namun varian premium atau yang tidak esensial mungkin akan terdampak.
  • Kecantikan / Perawatan Pribadi: Segmen premium merasakan tekanan; pemain lokal mungkin lebih unggul dengan daya saing harga dan daya tarik yang terlokalisasi. Merek premium asing harus dapat menjelaskan harga mereka dengan jelas (kualitas, bahan, prestise merek).
  • Elektronik / Perangkat Komunikasi: Penundaan lebih lama dalam melakukan upgrade, resistansi harga yang lebih tinggi; permintaan untuk produk mid-range daripada produk top-tier; siklus penggantian yang lebih panjang.
  • Mewah / High-End: Secara umum tidak terlalu terpengaruh dalam jangka pendek (pembeli kaya tetap ada), namun pertumbuhannya melambat; cerita nilai dan pengalaman mungkin akan lebih penting.
  • Perjalanan / Rekreasi / F&B: Pengeluaran untuk keperluan non-esensial akan dipotong pertama kali. Orang lebih jarang makan di luar, bepergian lebih sedikit, dan memilih pilihan yang lebih murah.

Tidak hanya merek global atau premium yang berada di bawah tekanan. Merek lokal juga menghadapi situasi sulit di tahun 2025, meskipun di permukaan mereka terlihat "menang" karena konsumen beralih ke produk yang lebih murah.

Ketika konsumen beralih ke produk yang lebih murah, mereka tidak otomatis setia pada satu merek lokal—mereka terus berpindah-pindah antara opsi termurah. Ini menciptakan perang harga antar merek lokal itu sendiri. Profitabilitas pun menurun, dan hanya merek yang paling efisien yang bisa bertahan.

Banyak pemain lokal yang bersaing terutama dalam hal harga, bukan ekuitas merek. Ketika konsumen tertekan, ini efektif dalam jangka pendek, tetapi dalam jangka panjang, mereka tidak membangun loyalitas. Tanpa koneksi emosional atau posisi yang jelas (kesehatan, keberlanjutan, gaya hidup), merek lokal berisiko menjadi komoditas yang dapat dipertukarkan.

Situasi Saat Ini:

  • Merek Global: Berjuang dengan boikot, harga tinggi, dan dianggap kurang relevan, tetapi mereka memiliki modal kuat, distribusi, dan kekuatan merek.
  • Merek Lokal: Mendapat keuntungan dari peralihan konsumen ke produk yang lebih murah, tetapi menghadapi margin yang lebih tipis, ketahanan yang lebih lemah, dan persaingan yang sangat ketat.

Dengan kata lain: 2025 adalah tahun yang penuh tekanan untuk semua pihak. Konsumen semakin banyak "berburu" harga, sehingga baik merek global maupun lokal harus berjuang lebih keras untuk mendapatkan loyalitas.

Peluang untuk Merek Lokal bukan hanya menjadi "lebih murah," tetapi menjadi lebih pintar:

  • Inovasi dalam ukuran kemasan (sachet, kemasan mini).
  • Membangun kepercayaan dan otentisitas (kesehatan, halal, keberlanjutan, "bangga lokal").
  • Menggunakan pemasaran digital + berbasis komunitas (TikTok, grup WhatsApp, mikro-influencer).

Karena pada tahun 2025, merek di Indonesia (baik global maupun lokal) menghadapi badai yang sama: daya beli rendah + tekanan biaya tinggi + persaingan yang sengit. Untuk mengatasinya, merek perlu menyeimbangkan kelangsungan hidup jangka pendek (penjualan, arus kas) dengan ekuitas jangka panjang (kepercayaan, loyalitas).

Perbandingan Merek Lokal dan Merek Global

1. Proposisi Nilai (Value Proposition)

Merek lokal unggul dalam menyentuh hati konsumen dengan fokus pada keterjangkauan dan kepraktisan. Mereka menawarkan produk dalam format yang sangat disukai konsumen Indonesia, seperti kemasan sachet, refill packs, dan family packs. Secara emosional, mereka menggunakan posisi "bangga lokal" untuk menciptakan ikatan kuat dengan identitas konsumen, menyajikan nilai yang melampaui produk itu sendiri.

Sebaliknya, merek global cenderung menekankan manfaat fungsional yang universal. Proposisi nilai mereka sering kali menyoroti nutrisi dasar, hidrasi yang unggul, atau ketahanan produk yang lebih baik.


2. Strategi Penetapan Harga dan Promosi

Dalam hal harga dan promosi, merek lokal agresif bersaing melalui diskon mikro dan bundling. Mereka sangat mengandalkan momentum penjualan tanggal ganda (seperti 11.11 dan 12.12) dan flash sale (promo kilat) sebagai mesin utama penjualan digital mereka. Program loyalitas mereka cenderung sederhana, seperti sistem stempel atau poin digital dasar.

Merek global, meski tidak mengabaikan diskon, lebih berfokus pada penekanan nilai premium (premium value-for-money), menyoroti kualitas yang lebih baik atau daya tahan produk yang lebih lama. Mereka juga berinvestasi lebih banyak dalam penawaran yang dipersonalisasi melalui aplikasi, sistem CRM (Customer Relationship Management), atau ekosistem loyalitas yang terintegrasi.


3. Strategi Saluran Distribusi (Channel Strategy)

Strategi distribusi merek lokal sangat berakar pada ekosistem lokal. Fokus utama mereka adalah warung, pasar tradisional, dan minimarket. Untuk jangkauan digital dengan biaya rendah, mereka memanfaatkan grup WhatsApp dan mikro-influencer di platform seperti TikTok.

Merek global, di sisi lain, memperkuat kehadiran mereka di perdagangan modern (supermarket, hypermarket) dan e-commerce. Di ranah digital, mereka berinvestasi dalam livestream sosial commerce dengan konten dan storytelling yang lebih premium.


4. Pembentukan Merek (Brand Building)

Pembangunan merek lokal erat kaitannya dengan narasi kebanggaan lokal, dukungan komunitas, sertifikasi Halal, dan tradisi. Mereka menggunakan pemasaran akar rumput (grassroots marketing), yang melibatkan acara komunitas dan influencer lokal untuk membangun kepercayaan dari bawah ke atas.

Merek global umumnya berfokus pada warisan merek, kepercayaan global, dan inovasi yang berkelanjutan. Mereka memosisikan diri sebagai "premium namun sebanding," menekankan daya tahan, kinerja yang lebih tinggi, atau manfaat kesehatan yang lebih baik.


5. Fokus Inovasi

Inovasi merek lokal berpusat pada wellness yang terjangkau, seperti makanan ringan berfortifikasi, obat herbal, atau terus mengembangkan format refill. Mereka juga banyak mengembangkan produk rumah tangga yang serbaguna dan multifungsi.

Inovasi merek global didorong oleh wellness dan lifestyle premium, termasuk kecantikan fungsional, elektronik pintar, dan produk ramah lingkungan. Ketika memasuki pasar Indonesia, merek global sering memperkenalkan lini global entry-level yang telah disesuaikan dengan preferensi dan daya beli konsumen lokal.


Kesimpulan:

  • Merek lokal menang ketika mereka dapat diakses, terjangkau, dan emosional terhubung dengan identitas lokal.
  • Merek global menang ketika mereka dapat membuktikan harga mereka dibenarkan melalui kepercayaan, kualitas, dan inovasi — sambil menyesuaikan strategi mereka dengan kenyataan di Indonesia.